BAGIKAN

Oleh, Jemmy Ibnu Suardi (Peneliti Mercusuar Institute)

Pekik takbir menggema di seantero negeri, tidak hanya Turki, seluruh negeri-negeri Muslim berbahagia dengan keputusan, kembalinya Hagia Sophia menjadi masjid seutuhnya.

Awalnya adalah simbol kedigdayaan sebuah emperium Byzantium terkuat di muka bumi. Lebih dari 1000 tahun, tembok pertahan Konstantinopel mampu bertahan dari upaya futuhat kaum Muslimin. Barulah di tanggal 29 Mei 1453, seorang pemuda terbaik dimuka bumi, yang memimpin ratusan ribu tentara beriman, berhasil menembus kokohnya benteng Konstantinopel.

Muhammad Al Fatih, sebuah nama agung yang disematkan atas dirinya, menjadi sebaik-baik pemimpin yang memimpin atas sebaik-baik pasukan, berhasil mewujudkan titah Nabi Muhammad Saw., bahwa Konstantinopel mesti dibebaskan.

Hagia Sophia adalah simbol kebenaran dari nubuwat Nabi Muhammad Saw, seterang matahari di siang hari, sejelas cahaya rembulan di malam hari, begitulah bentuk kepastian dari nubuwat Nabi.

Muhammad Al Fatih menjadikan Hagia Sophia sebagai tempat menyembah tuhan yang Hak. Diubahnya nama Konstantinopel menjadi Istanbul, yang berarti kota Islam. Jadilah Istanbul ibukota Khilafah Islam, yang membawa nama besar Turki Ustmani ke seantero dunia selama ratusan tahun.

Baca Juga :   Banten Harus Belajar Dari Bali

Syahdan, 1924 adalah tahun yang menjadikan seluruh kaum beriman meratap dan bersedih hati. Pelindung umat Islam atas kedzaliman, Khilafah Turki Utsmaniyah dihilangkan identitasnya dari muka bumi, sehingganya Turki menjadi sebuah negera yang sekular.

Dengan dalih modernitas, sekularisasi diberlakukan di Turki, simbol-simbol Islam dihilangkan, pakaian muslim dilarang, sampai azan pun terlarang memakai bahasa Islam. Namun upaya ini justru tidak membuat kemajuan apa-apa untuk Turki. Kemajuan semu modern tidak pernah dialami Turki semasa menjadi sekular. Jangankan mengungguli Turki Utsmani, menyamainya saja Turki sekular tidak mampu.

Tidak cukup menghilangkan Khilafah Islamiyah, satu dekade berikutnya, Turki sekular pun menyasar Masjid Hagia Sophia, simbol kemenangan umat Islam ini, di ubah menjadi museum tahun 1934, orang beriman dilarang menyembah tuhan yang Hak. Sebuah langkah maju bagi sekularisasi di Turki.

Jum’at 20 Juli 2020, adalah penanda Hagia Sophia sebagai simbol kemenangan Islam yang kedua kali. Umat Islam sedunia harus menunggu sampai lebih dari 80 tahun, sehingga bisa kembali sholat di tempat simbol kemenangan umat Islam.

Baca Juga :   Peran APBN Terhadap Usia Harapan Hidup di Kab/Kota di Banten

Kuasa Presiden Turki, Recep Tayyib Erdogan atas izin Allah Azzawajalla, kembali membuat umat Islam sedunia merasakan kebahagiaan dan kebanggaan yang luar biasa. Bukan waktu yang sebentar 86 tahun, umat Islam tidak bisa menunggu lama lagi, penaklukan kedua Hagia Sophia menjadi oase di padang pasir, atas tindakan zalim kepada kaum muslimin di seantero dunia, khususnya Palestina.

Sebagaimana pidato Erdogan ketika menyampaikan perubahan status Hagia Sophia, bahwa Muhammad Al Fatih ingin Hagia Sophia menjadi tempat menyembah Allah Swt. Setelah 86 tahun impian Al Fatih bisa diwujudkan kembali. Dan impian agung, pembebasan masjid Al Aqsha sejatinya tidak akan lama lagi. Semoga Allah mengizinkan kita ikut serta membebaskan negeri para nabi, dan berkumpul di depan mimbar masjid Al Aqsha, beribadah dengan sebebas-bebasnya tanpa kezaliman dan tirani, sebentar lagi.

TINGGALKAN KOMENTAR